Sistem pendidikan FITK UIN Jakarta berkarakter khas. Polanya fokus pada upaya meraih lima macam kesuksesan lulusan sebagai target. Dengan begitu, lahirlah sarjana yang profesional dan handal.
SEJARAH Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dimulai sejak 1957. Saat itu, Departemen Agama Republik Indonesia (RI) mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta.
Dalam perjalanan, ADIA Jakarta dan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta disatukan. Integrasi terlaksana dengan keluarnya Peraturan Presiden RI No. 11 Tahun 1960, tertanggal 24 Agustus 1960.
Sesuai isi Peraturan Presiden RI tersebut, nama PTAIN Yogyakarta berubah menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Al Jamiah Al Islamiyah Al Hukumiyah. Sementara ADIA Jakarta menjadi IAIN Syarif Hidayatullah.
Sekitar Mei 2002, nama IAIN Syarif Hidayatullah berubah lagi. Berdasar Keputusan Presiden RI No.031, tanggal 20 Mei 2002, namanya ditetapkan menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Karena pertimbangan sejarah eksistensinya, bahwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan kelanjutan ADIA Jakarta, maka tanggal 1 Juni (ADIA berdiri sejak 1 Juni 1957) ditetapkan sebagai hari jadi. Tiap 1 Juni, civitas akademika PTN ini menggelar acara Dies Natalis.
Sekarang, siapa yang tak kenal dan memandang sebelah mata sarjana lulusan PTN ini? Rasanya tidak ada. Tak terkecuali sarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Di tengah masyarakat, “nilai jual”nya melambung cukup tinggi, karena terbukti paling “siap pakai”.
“Kalau demikian penilaian masyarakat, alhamdulillah,” ujar Muhbib Abdul Wahab, Pembantu Dekan (Pudek) Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), saat ditemui di ruang kantornya, kawasan Ciputat, Tangerang, Jum’at (6/1/12) lalu.
“Kami bangga. Namun itu tidak lantas membuat kami besar kepala. Kami cukup tahu diri. Bagi kami, pujian semacam itu ibarat cambuk, agar terus berbuat yang terbaik, mengimbangi dinamika kehidupan yang bergerak sangat cepat,” imbuh Muhbib.
Untuk menghasilkan lulusan terbaik sesuai harapan, Muhbib merinci tiga kata kunci yang dijadikan moto pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), yaitu Unggul, Kompetitif, dan Profesional.
Kata “Ungggul” maksudnya, mahasiswa/lulusan FITK diharapkan memiliki kemampuanmumpuni (unggul) dalam penguasaan pengetahuan dan teknologi mutakhir.
Kalau kata “Kompetitif”, harapannya agar mahasiswa/lulusan FITK memiliki daya saing di bursa lapangan kerja. “Banyak tenaga pengajar di sekolah sekelas Al Azhar, lulusan FITK UIN,” ungkap Muhbib.
Sedang kata “Profesional”, maksudnya adalah mahasiswa/lulusan FITK memiliki cukup wawasan ilmu dan kinerja yang baik dalam bidang pekerjaanya. Misalnya sebagai mengajar, tentu menguasai bidang keilmuan untuk ditransfer ke anak didik.
Empat Karakter Sarjana Islam
Pola dan sistem pendidikan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki empat karakter khas, diantaranya: keIslaman, keIlmuan, keIndonesiaan dan keManusiaan.
Karakter keIslaman terlihat dari besarnya muatan mata kuliah agama Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul (Al Hadis). Selain itu, masih banyak muatan umum. Termasuk yang merujuk khasanah ilmu dunia Barat.
“Tentunya, ilmu dari Barat itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam,” ungkap Muhbib Abdul Wahab.
Menurut Muhbib, semua ilmu bisa padu dengan agama, karena saling berkaitan. Termasuk keterpaduan ilmu pengetahuan Timur dan Barat. Makanya tidak perlu anti terhadap asal muasal ilmu.
Toh tokoh-tokoh ilmuan Islam di masa lalu juga belajar ilmu umum, termasuk dari belahan dunia Barat. Di kemudian hari, mereka justru terkenal sebagai ahli astronomi, kedokteran, kimia dan matematika.
Karakter keIlmuan di FITK terlihat dari tidak adanya dikotomi antara mata kuliah umum dan agama. Karena pada hakekatnya semua ilmu berasal dari Allah SWT. Jadi, boleh saja mempelajari mata kuliah umum dicampur agama.
“Ilmu itu jangan didikotonomikan, seolah-olah merupakan hal yang bertentangan. Kecuali ilmu yang memang dilarang. Misalnya ilmu sihir,” ungkap Muhbib dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Dikotomi ilmu justru memperumit proses belajar. Bayangkan, bagaimana sulitnya ilmuwan Islam bila dia membatasi diri dengan hanya merujuk khasanah ilmu dunia Timur. Soal teori atom misalnya. Ketika ilmuan di belahan dunia Barat sudah bisa merinci struktur kimia atom, pemahaman ilmuan Islam saat itu sampai di mana?
“Jika Ilmuwan Islam tak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, maka akan selalu tertinggal,” tandasnya.
Karakter keIndonesiaan juga terasa kental di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Rasanya memang tidak ada pilihan. Sebab FITK berada di wilayah Republik Indonesia (RI). Lagi pula, seluruh fasilitas dan proyek pengembangan kampus dibiayai oleh pemerintah RI.
“Untuk itu, boleh dikatakan, FITK adalah kaki tangan dari pemerintah,” tandas Muhbib.
Karakter keIndonesiaan juga bisa dilihat dari latar belakang para mahasiswa FITK. Mereka berasal dari daerah asal, suku, bahasa, adat istiadat dan culture yang beragam. Ada mahasiswa Betawi, Sunda, Jawa, Madura, Padang, Batak, dan Melayu.
“Bahkan, ada salah satu mahasiswa FITK beragama nashrani,” ungkap Muhbib lagi. Meski beda agama, tidak pernah muncul masalah. Baik dosen maupun mahasiswa tidak pernah mengusik keberadaannya.
Karakter keManusiaan di FITK tercermin dari kontribusi civitas akademika yang baik terhadap nilai kemanusiaan. Tak hanya bagi kalangan lokal atau nasional, aktivitas kemanusiaan juga sampai kancah internasional.
Aktivitas kemanusiaan yang sederhana terlihat dari hubungan antar mahasiswa, atau anggota civitas akademika yang lain. Contoh ketika ada mahasiswa sakit, mereka saling menjenguk. Ada yang menikah, berlomba-lombahadir di acara resepsi.
Untuk kegiatan kemanusiaan yang lebih luas, biasanya ditunjukkan dengan aksi solidaritas. Misalnya ketika ada bencana alam di berbagai wilayah Indonesia. “Saat terjadi gempa dan tsunami di Yogyakarta, Padang dan Aceh, kita ikut terjun memberi bantuan,” papar Muhbib.
Lima Sukses itu…
Dengan pola dan sistem pendidikan yang berkarakter tersebut, mahasiswa FITK memiliki peluang untuk berlomba meraih setidaknya 5 macam kesuksesan.
Yang pertama adalah sukses pendidikan. Maksudnya, mahasiswa bisa lulus tepat waktu, pada semester 8 atau 9. Tentu saja dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang baik. Misalnya mendapat nilai cum laude (IPK di atas 3,5).
“Nilai bagus mahasiswa tersebut ibarat investasi. Akan sangat berguna bagi masa depan, ketika masuk dunia kerja. Sebab, nilai bagus selalu jadi pertimbangan utama saat seleksi calon pekerja di perusahaan atau instansi mana pun,” ujar Muhbib.
Kesuksesan kedua adalah sukses berorganisasi. Pihak pengelola kampus UIN Jakarta sangat mendukung mahasiswa yang aktif dalam organisasi. Nyaris tidak pernah ada upaya membatasi. “Asal tidak ikut organisasi kriminal,” seloroh Muhbib.
Bagi mahasiswa, aktif berorganisasi itu banyak manfaatnya. Karena dalam organisasi, seseorang dilatih menerapkan ilmu-ilmu dasar relationship (pergaulan). Minimal bisa bersikap luwes dalam pergaulan, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
“Syukur-syukur bila mampu menguasai ilmu kepemimpinan (leadership), sampai bisa mempengaruhi orang. Kelak, mereka akan lebih siap jadi agent of change (agen perubahan) di masyarakat,” papar Muhib.
Ketiga, sukses berprofesi. Maksudnya, pola dan sistem pendidikan berkarakter yang diterapkan mampu menciptakan lulusan yang mudah diserap oleh pasar bursa tenaga kerja. Karena kemampuan mereka sangat dibutuhkan. Jangan heran bila mahasiswa FITK UIN sudah banyak yang bekerja, sebelum jadi sarjana.
Muhbib menuturkan, tak sedikit mahasiswa FITK UIN yang nyambi mengajar di sekolah non formal. Semacam lembaga Bimbingan Belajar (Bimbel), atau les privat.
Ini tentu membangkakan. Karena secara tak langsung, FITK UIN punya peran dalam mengurangi angka pengangguran intelektual di Indonesia. “Tidak justru sebaliknya, mencetak sarjana-sarjana penganggur,” tandasnya.
Keempat, sukses berumah tangga. Dengan pola dan sistem pendidikan berkarakter Islam, FITK UIN mampu menghasilkan sarjana muslim yang berakhlak mulia. Dengan bekal itu, mereka tentu lebih siap membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
“Intinya, kita tidak menciptakan calon bujang atau mojang lapuk. Ibarat dagangan, semua pasti laku dijual di depan calon mertua,” seloroh Muhbib.
Kelima, sukses membentuk pribadi Islami. Maksudnya, semua lulusan FITK UIN Jakarta adalah sarjana berkarakter muslim. Ciri khas ini akan nampak manakala mereka berada di tengah masyarakat. Terkesan dari sikap dan perilaku keseharian.
Muhbib menegaskan, meski posisinya di urutan belakang, bukan berarti menjadi prioritas akhir. Justru point ini menjadi muara dari semua jenis kesuksesan sebelumnya.*Miftahur Rahmat
Paisal, mahasiswa Jurusan IPS
Banyak Aturan Ketat
SEJAK awal masuk UIN Jakarta, Paisal merasakan suasana yang berbeda di banding kampus lain. Lebih banyak aturan bagi para mahasiswanya. Dan itu diterapkan cukup ketat.
Misalnya soal model pakaian. Tidak ada mahasiswa yang bisa bergaya semaunya. Semua harus sesuai aturan, yang tentu berlandaskan syariah Islam.
Bagi mahasiswa, tidak harus mengenakan baju gamis. Yang penting cukup layak untuk menunjukkan pribadi muslim. “Yang pasti bisa menutup aurat,” tutur mahasiswa Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini.
Sementara bagi para mahasiswi, wajib mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh dan mengenakan jilbab. Alasannya tentu karena Al Qur’an sendiri telah mengatur tata cara berpakaian bagi kaum muslimah.
Bagaimana dengan furqa’ (cadar penutup muka), adakah diwajibkan bagi mahasiswi UIN? Menurut Paisal, hal itu tidak diwajibkan. Pihak pengelola kampus juga tidak pernah melarang. “Jadi, terserah mahasiswinya,” ungkap mahasiswa semester 7 ini.
Bagaimana jika ada yang melanggar? Hingga saat ini, pihak pengelola kampus cukup konsisten dalam menegakkan peraturan. Minimal diberi peringatan langsung oleh dosen, di dalam kelas, di depan mahasiswa lain.
“Pernah ada mahasiswa (FITK) yang memakai celana ketat saat kuliah, langsung ditegur oleh dosen. Beberapa kali ditegur, tetap bandel. Akhirnya disuruh pulang, disuruh ganti baju,” kenang Koordinator Bidang Keumatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) UIN Jakarta ini.
Tak hanya soal cara berpakaian, masalah absensi pun diatur sangat ketat. Mahasiswa hanya boleh tidak masuk (dengan atau tanpa izin) empat kali. Jika lebih dari itu, ia dipastikan tidak bisa ikut ujian akhir semester. Dan otomatis tidak lulus mata kuliah tertentu.
Aturan tersebut berlaku tanpa pandang bulu. Tak terkecuali bagi para aktivis organisasi kampus. Kalaupun ada kegiatan yang memaksa mahasiswa harus absen, ia wajib mengurus izin khusus dari pihak rektorat. Hal ini tentu sedikit melagakan nafas para aktivis.
Masalah merokok juga mendapat perhatian serius. Tidak ada mahasiswa FITK yang boleh mengisap di area kampus. Kalau ketahuan, pasti langsung ditegur.
Profil Singkat
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Alamat : Jl Ir H Juanda No 95 Ciputat, Tangerang, Banten 15412
Telepon : (021) 7401925, 7443328
Fax : (021) 7402982
Email : info@uinjkt.ac.id
Website : www.fitk-uinjkt.ac.id